Jumat, 17 Januari 2014

INVERSIO UTERI

INVERSIO UTERI



Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk kedalam kavum uteri, dapat secara mendadak atau perlahan. Kejadian ini biasanya disebabkan pada saat melakukan persalinan plasenta secara Crede, dengan otot rahim belum berkontraksi dengan baik. Inversio uteri memberikan rasa sakit yang dapat menimbulkan keadaan syok adapun menyebutkan bahwa inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya kedalam kavum uteri.


2.2   ETIOLOGI
       Penyebab inversio uteri dapat secara spontan atau karena tindakan. Faktor yang memudahkan terjadinya adalah uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya, adanya atonia uteri dan adanya kekuatan yang menarik fundus kebawah. sedangkan yang spontan dapat terjadi pada grandemultipara, atonia uteri, kelemahan alat kandungan (tonus otot rahim yang lemah, kanalis servikalis yang longgar), dan tekanan intra abdominal yang tinggi (misalnya mengejan dan batuk).

       Inversio uteri karena tindakan dapat disebabkan karena perasat Crede yang berlebihan, tarikan tali pusat, dan pada manual plasenta yang dipaksakan, apalagi bila ada perlekatan plasenta pada dinding rahim atau Karna tindakan atraksi pada tali pusat yang berlebihan yang belum lepas dari dinding rahim. inversio uteri juga dapat terjadi waktu batuk, bersin atau mengejan.
 
  Berbagai faktor etiologi telah dikaitkan dengan inversi uterus, walaupun mungkin tidak ada penyebab yang jelas. Diidentifikasi faktor etiologi meliputi:
a.       Tali pusat yang pendek
b.      Traksi yang berlebihan pada tali pusat.
c.       Tekanan pada fundus yang berlebihan.
d.      Sisa plasenta dan abnormal perlekatan plasenta (inkreta, perkreta, akreta).
e.       Menarik terlalu keras pada tali pusar untuk mempercepat pelepasan plasenta, terutama jika plasenta melekat pada fundus.
f.        Endometritis kronis.
g.       Kelahiran setelah sebelumnya operasi secarea.
h.       Cepat atau tenaga His yang panjang.
i.         Sebelumnya rahim inverse.
j.        Obat tertentu seperti magnesium sulfat (sebagai relaksan otot selama persalinan).
k.      Unicornuate rahim.
l.         Kelainan bawaan atau kelemahan rahim.
m.     Inversio uteri dapat terjadi pada kasus pertolongan persalinan kala III aktif khususnya bila dilakukan tarikan talipusat terkendali pada saat masih belum ada kontraksi uterus dan keadaan ini termasuk klasifikasi tindakan iatrogenic.
 
          Hal ini biasanya tidak dianggap sebagai akibat dari penata laksanaan kala III persalinan yang salah meskipun faktor-faktor yang tercantum di ataspun memegang peranan penting dalam menimbulkannya, Namun sering kali dianggap berasal dari manajemen yang buruk pada kala III persalinan, jika manajemen aktif kala III persalinan dilakukan dengan baik maka dapat mengurangi resiko kejadian.
2.3  KLASIFIKASI
            Menurut perkembangannya inversio uteri dapat dibagi dalam beberapa tingkat :
a.    Inversio uteri ringan
            Fundus uteri terbalik menonjol dalam kavum uteri, namun belum keluar dari ruang rongga rahim.

b.   Inversio uteri sedang
            Fundus uteri terbalik dan sudah masuk dalam vagina.
c.    Inversio uteri berat
            Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian besar sudah terletak diluar vagina.
Ada pula beberapa pendapat membagi inversio uteri menjadi :
1)      Inversio inkomplit
            Yaitu jika hanya fundus uteri menekuk ke dalam dan tidak keluar ostium uteri atau serviks uteri.
2)      Inversio komplit
            Seluruh uterus terbalik keluar, menonjol keluar serviks uteri.
3)      Inversio prolaps
            Keadaan dimana uterus yang berputar balik itu keluar dari vulva.

2.4   GEJALA KLINIS
               Gejala inversion uteri dijumpai pada kala III atau postpartum. gejalanya pada permulaan tidak selalu jelas, akan tetapi apabila kelainan itu sejak awalnya tumbuh dengan cepat, seringkali timbul rasa nyeri yang keras dan bisa menyebabkan syok. Rasa nyeri keras disebabkan karena fundus uteri menarik adneksa serta ligamentum infundibulo pelvikum dan ligamentum rotundum kanan dan kiri ke dalam terowongan inversio sehingga terjadi tarikan yang kuat pada peritoneum parietal.
               Perdarahan yang banyak juga dapat terjadi, akibat dari plasenta yang masih melekat pada uterus, hal ini dapat juga berakibat syok.
·              Pemeriksaan luar pada palpasi abdomen, fundus uteri sama sekali tidak teraba atau teraba lekukan pada fundus seperti kawah. Kadang-kadang tampak seperti sebuah tumor yang merah di luar vulva, hal ini ialah fundus uteri yang terbalik.
·              Pada pemeriksaan dalam, bila masih inkomplit, maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam; bila sudah komplit, di atas simfisis teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak atau kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).

2.5   DIAGNOSA
         Penegakan diagnosis sangat penting dan mungkin menyelamatkan nyawa ibu. Diagnosis tidak sukar dibuat jika mengetahui kemungkinan terjadinya inversio uteri. Pada penderita dengan syok, perdarahan, dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai, pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak di atas serviks uteri atau dalam vagina, sehingga diagnosis inversio uteri dapat dibuat.
    Diagnose juga bisa ditegakkan apabila pemeriksa menemukan beberapa tanda inversi uterus yang mencakup:
·        Uterus menonjol dari vagina.
·        Fundus tidak tampaknya berada dalam posisi yang tepat ketika dokter palpasi (meraba) perut ibu.
·        Adanya perdarahan yang tidak normal dan perdarahannya banyak bergumpal.
·        Tekanan darah ibu menurun (hipotensi).
·        Ibu menunjukkan tanda-tanda syok (kehilangan darah) dan kesakitan.
·        Di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa plasenta yang masih melekat.
·        Bila baru terjadi maka, maka perognosis cukup baik akan tetapi bila kejadian cukup lama maka jepitan serviks yang mengecil akan membuat uterus mengalami iskemia, nekrosis, dan infeksi.
·        Pemeriksaan penunjang (seperti USG atau MRI) dapat digunakan dalam beberapa kasus untuk memperkuat diagnosis.

2.6   PENANGANAN
90% kasus inversio uteri disertai dengan perdarahan yang masif dan “life-threatening”.
·        Bila terjadi syok atau perdarahan, gejala ini diatasi dulu dengan infus intravena cairan   elektrolit dan tranfusi darah.
·        Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya renjatan vasovagal dan perdarahan maka harus segera dilakukan tindakan reposisi secepat mungkin.
·        Segera lakukan tindakan resusitasi.
·        Bila plasenta masih melekat , jangan dilepas oleh karena tindakan ini akan memicu perdarahan hebat .
·        Lakukan tindakan resusitasi dengan cara: Tangan seluruhnya dimasukkan ke vagina sedang jari tengah dimasukkan ke dalam cavum uteri melalui serviks uteri yang mungkin sudah mulai menciut, telapak tangan menekan korpus perlahan-lahan tapi terus menerus kearah atas agak kedepan sampai korpus uteri melewati serviks dan inversion.
·        Salah satu tehnik reposisi lain yaitu dengan menempatkan jari tangan pada fornix posterior, dorong uterus kembali kedalam vagina, dorong fundus kearah umbilikus dan memungkinkan ligamentum uterus menarik uterus kembali ke posisi semula.
·        Sebagai tehnik alternatif : dengan menggunakan 3 – 4 jari yang diletakkan pada bagian tengah fundus dilakukan dorongan kearah umbilikus sampai uterus kembali keposisi normal.
·        Setelah reposisi berhasil, tangan dalam harus tetap didalam dan menekan fundus uteri. Berikan oksitosin atau Suntikkan intravena 0,2 mg ergomitrin kemudian dan jika dianggap masih perlu, dilakukan tamponade uterovaginal dan setelah terjadi kontraksi , tangan dalam boleh dikeluarkan perlahan agar inversio uteri tidak berulang.
·         Bila reposisi per vaginam gagal, maka dilakukan reposisi melalui laparotomi.
2.7   PENCEGAHAN INVERSI SEBELUM TINDAKAN KOREKSI MANUAL
a.  Pasang sarung tangan DTT.
b. Pegang uterus pada daerah insersi tali pusat dan masukkan kembali melalui serviks. Gunakan tangan lain untuk membantu menahan uterus didinding abdomen. Jika plasenta belum lepas, lakukan plasenta manual setelah tindakan koreksi.
c.  Jika koreksi manual tidak berhasil, lakukan koreksi hidrostatistik
       KOREKSI HIDROSTATIK
a.       Pasien dalam posisi terdelenbung dengan kepala lebih rendah sekitar 50 cm dari perineum.
b.      Siapkan sistem bilas yang sudah disinfeksi berupa selang 2m berujung penyemprot berlubang besar, selang disambung dengan tabung berisi air hangat 3-5 l (atau Nacl / infus lain) dan dipasang setinggi 2 m.
c.       Identifikasi forniks posterior.
d.      Pasang ujung selang douche pada forniks posterior sampai menutup labla sekitar ujung selang dengan tangan.
e.       Guyur air dengan leluasa agar menekan uterus keposisi semula.

      KOREKSI MANUAL dengan ANASTESIA UMUM
Jika koreksi hidrostatik gagal, upayakan reposisi dalam anastesia umum haloton merupakan pilihan untuk relaksasi uterus.

      KOREKSI KOMBINASI ABDOMINAL – VAGINAL
a.       Kaji ulang indikasi.
b.      Kaji ulang prinsip dasar perawatan operatif.
c.       Lakukan insisi dinding abdomen sampai poritenium dan singkirkan usus dengan kasa. Tampak uterus berupa lekukan.
d.      Dengan jari tangan lakukan delatasi cincin konstriksi serviks.
e.       Pasang tenakulum melalui cincin serviks pada fundus.
f.        Lakukan tarikan/traksi ringan pada fundus sementara asisten melakukan koreksi manual melalui vagina.
g.       Jika tindakan traksi gagal, lakukan insisi cincin konstriksi serviks di belakang untuk menghindari resiko cedera kandung kemih. Ulang tindakan dilatasi, pemasangan tenakulum dan traksi fundus.
h.       Jika koreksi berhasil, tutup dinding abdomen setelah melakukan.
i.         Jika ada infeksi, pasang drain karet.
        PERAWATAN PASCA TINDAKAN
a.       Jika inversi sudah diperbaiki, berikan infus oksitoksin 20 unit dalam 500 ml IV (Nacl 0,9 % atau Ringer Lactat) 10 tetes/menit :
1)      Jika dicurigai terjadi perdarahan, berikan infus sampai dengan 60 tetes permenit.
2)      Jika kontraksi uterus kurang baik, berikan ergometrin 0,2 mg atau prostaglandin.
b.      Berikan Antibiotika proflaksis dosis tunggal :
1)      Ampisilin 2 gr IV dan metronidazol 500mg IV
2)      Sefazolin 1 gr IV dan metranidazol 500 mg IV
c.       Lakukan perawatan pasca bedah jika dilakukan koreksi kombinasi abdominal vaginal.
d.      Jika ada tanda infeksi berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas demam 48 jam :
1)      Ampisilin 2 gr IV tiap 6 jam
2)      Gestamin 5 mg/kg berat badan IV setiap 24 jam
3)      Metranidazol 500mg IV setiap 8 jam

2.8   KOMPLIKASI
            Komplikasi meliputi endomyometritis , kerusakan usus atau pelengkap rahim.

2.7   PROGNOSIS
            Prognosis inversi uteri di pengaruhi oleh kecepatan penanganan, makin lambat keadaan ini di ketahui dan di obati makin buruk prognosanya dan jika dikelola dengan benar maka akan membawa prognosa yang baik pula.

0 komentar:

Posting Komentar