INVERSIO UTERI
Inversio uteri merupakan
keadaan dimana fundus uteri masuk kedalam kavum uteri, dapat secara mendadak
atau perlahan. Kejadian ini biasanya disebabkan pada saat melakukan persalinan
plasenta secara Crede, dengan otot rahim belum berkontraksi dengan baik.
Inversio uteri memberikan rasa sakit yang dapat menimbulkan keadaan syok adapun
menyebutkan bahwa inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik
sebagian atau seluruhnya kedalam kavum uteri.
2.2 ETIOLOGI
Penyebab inversio uteri dapat secara spontan
atau karena tindakan. Faktor yang memudahkan terjadinya adalah uterus yang
lembek, lemah, tipis dindingnya, adanya atonia uteri dan adanya kekuatan yang
menarik fundus kebawah. sedangkan yang spontan dapat terjadi pada
grandemultipara, atonia uteri, kelemahan alat kandungan (tonus otot rahim yang
lemah, kanalis servikalis yang longgar), dan tekanan intra abdominal yang
tinggi (misalnya mengejan dan batuk).
Inversio uteri karena tindakan dapat
disebabkan karena perasat Crede yang berlebihan, tarikan tali pusat, dan pada
manual plasenta yang dipaksakan, apalagi bila ada perlekatan plasenta pada
dinding rahim atau Karna tindakan atraksi pada tali pusat yang berlebihan yang
belum lepas dari dinding rahim. inversio uteri juga dapat terjadi waktu batuk,
bersin atau mengejan.
Berbagai faktor etiologi telah dikaitkan
dengan inversi uterus, walaupun mungkin tidak ada penyebab yang jelas.
Diidentifikasi faktor etiologi meliputi:
a.
Tali pusat yang pendek
b.
Traksi yang berlebihan pada tali pusat.
c.
Tekanan pada fundus yang berlebihan.
d.
Sisa plasenta dan abnormal perlekatan plasenta
(inkreta, perkreta, akreta).
e.
Menarik terlalu keras pada tali pusar untuk
mempercepat pelepasan plasenta, terutama jika plasenta melekat pada fundus.
f.
Endometritis kronis.
g.
Kelahiran setelah sebelumnya operasi secarea.
h.
Cepat atau tenaga His yang panjang.
i.
Sebelumnya rahim inverse.
j.
Obat tertentu seperti magnesium sulfat (sebagai
relaksan otot selama persalinan).
k.
Unicornuate rahim.
l.
Kelainan bawaan atau kelemahan rahim.
m.
Inversio uteri dapat terjadi pada kasus
pertolongan persalinan kala III aktif khususnya bila dilakukan tarikan
talipusat terkendali pada saat masih belum ada kontraksi uterus dan keadaan ini
termasuk klasifikasi tindakan iatrogenic.
Hal ini biasanya tidak dianggap sebagai akibat dari penata laksanaan kala III persalinan yang salah meskipun faktor-faktor yang tercantum di ataspun memegang peranan penting dalam menimbulkannya, Namun sering kali dianggap berasal dari manajemen yang buruk pada kala III persalinan, jika manajemen aktif kala III persalinan dilakukan dengan baik maka dapat mengurangi resiko kejadian.
2.3 KLASIFIKASI
Menurut perkembangannya inversio
uteri dapat dibagi dalam beberapa tingkat :
a.
Inversio uteri ringan
Fundus uteri terbalik menonjol dalam
kavum uteri, namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
b.
Inversio uteri sedang
Fundus uteri terbalik dan sudah
masuk dalam vagina.
c.
Inversio uteri berat
Uterus dan vagina semuanya terbalik
dan sebagian besar sudah terletak diluar vagina.
Ada pula beberapa pendapat membagi inversio uteri menjadi :
Ada pula beberapa pendapat membagi inversio uteri menjadi :
1)
Inversio inkomplit
Yaitu
jika hanya fundus uteri menekuk ke dalam dan tidak keluar ostium uteri atau
serviks uteri.
2)
Inversio komplit
Seluruh
uterus terbalik keluar, menonjol keluar serviks uteri.
3)
Inversio prolaps
Keadaan
dimana uterus yang berputar balik itu keluar dari vulva.
2.4 GEJALA KLINIS
Gejala inversion uteri dijumpai pada kala III atau
postpartum. gejalanya pada permulaan tidak selalu jelas, akan tetapi apabila
kelainan itu sejak awalnya tumbuh dengan cepat, seringkali timbul rasa nyeri
yang keras dan bisa menyebabkan syok. Rasa nyeri keras disebabkan karena fundus
uteri menarik adneksa serta ligamentum infundibulo pelvikum dan ligamentum
rotundum kanan dan kiri ke dalam terowongan inversio sehingga terjadi tarikan
yang kuat pada peritoneum parietal.
Perdarahan yang banyak juga dapat terjadi, akibat dari
plasenta yang masih melekat pada uterus, hal ini dapat juga berakibat syok.
·
Pemeriksaan luar pada palpasi abdomen, fundus
uteri sama sekali tidak teraba atau teraba lekukan pada fundus seperti kawah.
Kadang-kadang tampak seperti sebuah tumor yang merah di luar vulva, hal ini
ialah fundus uteri yang terbalik.
·
Pada pemeriksaan dalam, bila masih inkomplit,
maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam; bila
sudah komplit, di atas simfisis teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor
lunak atau kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).
2.5 DIAGNOSA
Penegakan diagnosis sangat penting dan mungkin menyelamatkan nyawa ibu.
Diagnosis tidak sukar dibuat jika mengetahui kemungkinan terjadinya inversio
uteri. Pada penderita dengan syok, perdarahan, dan fundus uteri tidak ditemukan
pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai,
pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak di atas serviks uteri atau
dalam vagina, sehingga diagnosis inversio uteri dapat dibuat.
Diagnose juga bisa ditegakkan apabila pemeriksa menemukan beberapa tanda
inversi uterus yang mencakup:
·
Uterus menonjol dari vagina.
·
Fundus tidak tampaknya berada dalam posisi yang
tepat ketika dokter palpasi (meraba) perut ibu.
·
Adanya perdarahan yang tidak normal dan
perdarahannya banyak bergumpal.
·
Tekanan darah ibu menurun (hipotensi).
·
Ibu menunjukkan tanda-tanda syok (kehilangan
darah) dan kesakitan.
·
Di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau
tanpa plasenta yang masih melekat.
·
Bila baru terjadi maka, maka perognosis cukup
baik akan tetapi bila kejadian cukup lama maka jepitan serviks yang mengecil
akan membuat uterus mengalami iskemia, nekrosis, dan infeksi.
·
Pemeriksaan penunjang (seperti USG atau MRI)
dapat digunakan dalam beberapa kasus untuk memperkuat diagnosis.
2.6
PENANGANAN
90%
kasus inversio uteri disertai dengan perdarahan yang masif dan
“life-threatening”.
·
Bila terjadi syok atau perdarahan, gejala ini
diatasi dulu dengan infus intravena cairan
elektrolit dan tranfusi darah.
·
Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya
renjatan vasovagal dan perdarahan maka harus segera dilakukan tindakan reposisi
secepat mungkin.
·
Segera lakukan tindakan resusitasi.
·
Bila plasenta masih melekat , jangan dilepas
oleh karena tindakan ini akan memicu perdarahan hebat .
·
Lakukan tindakan resusitasi dengan cara: Tangan
seluruhnya dimasukkan ke vagina sedang jari tengah dimasukkan ke dalam cavum
uteri melalui serviks uteri yang mungkin sudah mulai menciut, telapak tangan
menekan korpus perlahan-lahan tapi terus menerus kearah atas agak kedepan
sampai korpus uteri melewati serviks dan inversion.
·
Salah satu tehnik reposisi lain yaitu dengan
menempatkan jari tangan pada fornix posterior, dorong uterus kembali kedalam
vagina, dorong fundus kearah umbilikus dan memungkinkan ligamentum uterus
menarik uterus kembali ke posisi semula.
·
Sebagai tehnik alternatif : dengan menggunakan 3
– 4 jari yang diletakkan pada bagian tengah fundus dilakukan dorongan kearah
umbilikus sampai uterus kembali keposisi normal.
·
Setelah reposisi berhasil, tangan dalam harus
tetap didalam dan menekan fundus uteri. Berikan oksitosin atau Suntikkan
intravena 0,2 mg ergomitrin kemudian dan jika dianggap masih perlu, dilakukan
tamponade uterovaginal dan setelah terjadi kontraksi , tangan dalam boleh
dikeluarkan perlahan agar inversio uteri tidak berulang.
·
Bila
reposisi per vaginam gagal, maka dilakukan reposisi melalui laparotomi.
2.7 PENCEGAHAN
INVERSI SEBELUM TINDAKAN KOREKSI
MANUAL
a. Pasang
sarung tangan DTT.
b. Pegang uterus pada daerah insersi tali pusat dan masukkan
kembali melalui serviks. Gunakan tangan lain untuk membantu menahan uterus
didinding abdomen. Jika plasenta belum lepas, lakukan plasenta manual setelah
tindakan koreksi.
c. Jika koreksi
manual tidak berhasil, lakukan koreksi hidrostatistik
KOREKSI HIDROSTATIK
a.
Pasien dalam posisi terdelenbung dengan kepala
lebih rendah sekitar 50 cm dari perineum.
b.
Siapkan sistem bilas yang sudah disinfeksi
berupa selang 2m berujung penyemprot berlubang besar, selang disambung dengan
tabung berisi air hangat 3-5 l (atau Nacl / infus lain) dan dipasang setinggi 2
m.
c.
Identifikasi forniks posterior.
d.
Pasang ujung selang douche pada forniks
posterior sampai menutup labla sekitar ujung selang dengan tangan.
e.
Guyur air dengan leluasa agar menekan uterus
keposisi semula.
KOREKSI MANUAL dengan ANASTESIA UMUM
Jika koreksi hidrostatik gagal, upayakan reposisi dalam
anastesia umum haloton merupakan pilihan untuk relaksasi uterus.
KOREKSI KOMBINASI ABDOMINAL – VAGINAL
a.
Kaji ulang indikasi.
b.
Kaji ulang prinsip dasar perawatan operatif.
c.
Lakukan insisi dinding abdomen sampai poritenium
dan singkirkan usus dengan kasa. Tampak uterus berupa lekukan.
d. Dengan
jari tangan lakukan delatasi cincin konstriksi serviks.
e. Pasang
tenakulum melalui cincin serviks pada fundus.
f.
Lakukan tarikan/traksi ringan pada fundus
sementara asisten melakukan koreksi manual melalui vagina.
g. Jika
tindakan traksi gagal, lakukan insisi cincin konstriksi serviks di belakang
untuk menghindari resiko cedera kandung kemih. Ulang tindakan dilatasi,
pemasangan tenakulum dan traksi fundus.
h. Jika
koreksi berhasil, tutup dinding abdomen setelah melakukan.
i.
Jika ada infeksi, pasang drain karet.
PERAWATAN PASCA TINDAKAN
a.
Jika inversi sudah diperbaiki, berikan infus oksitoksin
20 unit dalam 500 ml IV (Nacl 0,9 % atau Ringer Lactat) 10 tetes/menit :
1)
Jika dicurigai terjadi perdarahan, berikan infus
sampai dengan 60 tetes permenit.
2)
Jika kontraksi uterus kurang baik, berikan
ergometrin 0,2 mg atau prostaglandin.
b.
Berikan Antibiotika proflaksis dosis tunggal :
1)
Ampisilin 2 gr IV dan metronidazol 500mg IV
2)
Sefazolin 1 gr IV dan metranidazol 500 mg IV
c.
Lakukan perawatan pasca bedah jika dilakukan
koreksi kombinasi abdominal vaginal.
d.
Jika ada tanda infeksi berikan antibiotika
kombinasi sampai pasien bebas demam 48 jam :
1)
Ampisilin 2 gr IV tiap 6 jam
2)
Gestamin 5 mg/kg berat badan IV setiap 24 jam
3)
Metranidazol 500mg IV setiap 8 jam
2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi
meliputi endomyometritis , kerusakan usus atau pelengkap rahim.
2.7 PROGNOSIS
Prognosis
inversi uteri di pengaruhi oleh kecepatan penanganan, makin lambat keadaan ini
di ketahui dan di obati makin buruk prognosanya dan jika dikelola dengan benar
maka akan membawa prognosa yang baik pula.
0 komentar:
Posting Komentar